Pemerintah AS telah memberlakukan pembatasan perdagangan baru terhadap NVIDIA. Aturan baru tersebut mencegah NVIDIA menjual GeForce RTX 4090, kartu grafis gaming terkuatnya, di pasar China.
RTX 4090 merupakan salah satu GPU paling canggih di dunia yang mampu memberikan kinerja dan grafis yang impresif dengan teknologi ray tracing dan DLSS 3. Kartu grafis tersebut dibangun dengan arsitektur NVIDIA Ada Lovelace, yang menggunakan proses 5 nm dan memiliki 16.384 CUDA core, 512 tensor core, dan 128 ray tracing core. Kartu grafis tersebut juga memiliki memori GDDR6X 24 GB dan kecepatan boost clock 2,52 GHz.
Pemerintah AS mengklaim bahwa pembatasan baru ini diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan mencegah China mengembangkan sistem senjata canggih menggunakan chip AI. RTX 4090 bergabung dengan beberapa processor AI lain yang dilarang dari China, seperti Hopper H800 dan Ampere A800, yang merupakan varian dari chip H100 dan A100 dengan performa yang dikurangi. Aturan baru ini juga berlaku untuk 21 negara lain yang berada di bawah embargo senjata AS, seperti Iran dan Rusia.
NVIDIA menyatakan keprihatinannya atas pembatasan terbaru tersebut dan mengatakan bahwa hal itu akan mengakibatkan hilangnya peluang permanen bagi industri AS untuk bersaing dan memimpin di salah satu pasar terbesar di dunia. NVIDIA juga mengatakan bahwa tidak mengharapkan dampak material langsung pada hasil keuangannya, mengingat permintaan yang kuat untuk produknya di seluruh dunia. Namun, perusahaan tersebut memperingatkan bahwa dampak jangka panjang bisa signifikan dan mempengaruhi bisnis dan pertumbuhannya di masa depan.
Pembatasan perdagangan baru ini merupakan bagian dari perang teknologi yang sedang berlangsung antara AS dan China, yang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. AS telah menuduh China mencuri kekayaan intelektual, melanggar hak asasi manusia, dan menimbulkan ancaman bagi stabilitas global.
China telah membantah tuduhan-tuduhan ini dan menuduh AS memolitisasi dan mempersenjatai masalah perdagangan dan teknologi. Kedua negara telah memberlakukan tarif, sanksi, larangan, dan daftar hitam pada produk dan perusahaan masing-masing, mempengaruhi sektor seperti telekomunikasi, semikonduktor, perangkat lunak, dan media sosial. Perang teknologi ini juga telah mengganggu rantai pasokan global dan menciptakan ketidakpastian bagi konsumen dan bisnis di seluruh dunia.