Industri PC gaming kini menghadapi tekanan baru akibat tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap barang-barang asal Tiongkok. Produsen hardware terkemuka, ASRock baru saja mengumumkan rencana untuk memindahkan sebagian kegiatan manufakturnya ke luar Tiongkok sebagai upaya mengurangi dampak tarif impor 10% yang baru diberlakukan.
Langkah ini merupakan respons terhadap kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan yang semakin ketat dapat menaikkan biaya produksi dan mengganggu rantai pasokan global. ASRock menyatakan bahwa proses pemindahan lini produksi, khususnya untuk kartu grafis dan komponen lain, tidak bisa dilakukan secara instan. Perusahaan harus mencari lokasi baru dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah yang kemungkinan di negara-negara seperti Vietnam atau India dan mengadaptasi proses manufakturnya yang telah berjalan lama.
Selain ASRock, peringatan juga datang dari Entertainment Software Association (ESA). Menurut ESA, tarif pada perangkat video game dan barang terkait berpotensi menekan daya beli jutaan konsumen Amerika dan mengurangi kontribusi signifikan industri game terhadap ekonomi nasional, yang pada tahun 2024 mencatat penjualan mencapai $58,7 miliar, termasuk $4,9 miliar dari perangkat keras dan konsol.
Dalam upayanya mengurangi beban biaya relokasi, ASRock berencana menyerap sebagian kenaikan biaya tersebut meskipun mempertimbangkan kemungkinan penyesuaian harga secara moderat. Tantangan ini semakin kompleks mengingat perusahaan sudah harus menanggung tarif 25% untuk PSU yang diproduksi di Tiongkok, yang proses produksinya dirasa tidak sefleksibel untuk dipindahkan.
Situasi serupa juga mengintai produsen lain seperti MSI, GIGABYTE, dan ASUS yang memiliki basis manufaktur di Shenzhen. Bahkan, PC Partner, produsen kartu grafis terbesar kedua, telah memindahkan kantor pusatnya ke Singapura pada akhir 2024, menandai tren relokasi di tengah dinamika perdagangan global.